Ide Wakil Rakyat

wakil rakyat

(WARNING!!!! Cerita ini agak “MAKSA”, hehe)

Tinggal ada waktu sehari lagi. Tidak, tidak tepat sehari, hanya sebelas jam sebelum palu DPR diketukkan. Kini kerisauan dan demonstrasi ada di mana-mana, di setiap sudut daerah dan kota milik Indonesia. Mahasiswa dan buruh turun ke jalanan meneriakkan perlawanan. Mereka memperjuangkan apa yang menurut mereka menjadi hak rakyat. Tak gentar dengan sekedar gas air mata, ditangakap polisi yang bertugas menjaga keamanan, atau bahkan dipecat sebagai WNI sekalipun, jika mungkin. Mereka mati-matian berjuang. Harga BBM tidak boleh dinaikkan. Rakyat Indonesia tidak boleh lagi mendapat tambahan penderitaan.

Kenaikan harga BBM disinyalir akan mempersulit rakyat. Sebab, dampak kenaikannya akan membuat harga barang kebutuhan hidup lainnya meningkat. Padahal, daya beli masyarakat tidak ada peningkatan. Gaji tetap saja. Ya, tetap. Gaji sebagian besar buruh tetap rendah dan gaji anggota dewan tetap tinggi. Pantas saja para demonsran itu kekeh berjuang agar BBM tidak naik. Dan pemerintah sendiri juga bersikeras mempertahankan gagasan untuk menaikkan harga BBM. Alasannya? Tak lain, karena merasa tak mampu terus-terusan menanggung beban subsidi dalam APBN yang semakin meningkat akibat harga minyak dunia yang meningkat pula. “Masyarakat harus dibiasakan untuk hidup bersesuaian dengan kehidupan dunia, termasuk kenaikan harga minyak dunia. Lagi pula dana subsidi itu bisa dialihkan untuk biaya yang lain seperti membangun jalan dan memperbaiki infrastruktur,” Demikian wakil pemerintah berkata di media yang beragam.

Melalui media, Pak Presiden juga meminta agar para demonstran menyampaikan aspirasi dengan santun. Hal ini pasti setelah banyaknya diberitakan demonstrasi yang anarkis, membakar mobil plat merah dan berkelahi dengan polisi. Berhasil juga para mahasiswa itu menggelitik syaraf ketakutan Sang Presiden. Apalagi dengan tambahan wacana mereka untuk reformasi, menggulingkan pemerintahan ini.

Ah, sebagai wakil rakyat, pikiranku mencari-cari pijakan solusi. Darahku seperti mengalir tak tenang dan jantung pun berdegup tanpa aturan merasakan kondisi negeri ini. Bukan karena aku khawatir akan turut digulingkan oleh mahasiswa. Tapi, lebih pada peranku dalam menjalani amanah rakyat. Aku harus membela rakyat dalam kondisi ini. Aku harus bisa memberi solusi untuk dilema yang kini mungkin tengah berkecamuk dalam otak setiap anggota dewan peserta sidang saat ini. Diperjelas, hanya anggota dewan yang benar-benar mengikuti sidang ini, tidak termasuk yang tidak peduli dan hanya ada untuk memperkaya diri.

Sebagain besar fraksi memang menolak kenaikan BBM. Tapi ada juga yang masih mendukung sehingga keputusan belum juga bisa diambil. Keruwetan pikir ini ibarat onar dua warna benang, antara menyelamatkan APBN dan rakyat. Keduanya memang sama-sama krusial.

“Bayangkan, jika kita tidak menaikkan harga BBM, anggaran belanja kita akan defisit karena subsidi BBM yang selama ini kita berikan pada rakyat kita ambil dari APBN. Sedangkan harga minyak dunia meningkat hebat, hingga rata-rata 115 US Dolar perbarel. Sangat jauh dari apa yang sudah kita asumsikan dalam APBN-P 2011 sebesar 95 US Dolar perbarel. Keuangan negara kita akan terancam defisit besar-besaran, Bapak Ibu Dewan yang terhormat.” Komentar seorang anggota dewan dari salah satu fraksi yang membela kenaikan BBM.

“Interupsi Bapak Dewan. Saya tidak setuju dengan pernyataan Anda bahwa kita akan defisit besar-besaran jika tidak menaikkan harga BBM. Tolong teliti lagi data-data yang ada. Periksa lagi baik-baik hitung-hitungan dalam APBN kita, khususnya RAPBN untuk 2012. Pemerintah masih bisa meraih keuntungan sebesar Sembilan puluh tujuh triliun dari RAPBN untuk 2012…” Seorang anggota dewan, wanita, belum menggenapkan pendapatnya, lantas disahut oleh anggota dewan yang lain.

“Bapak Ibu Dewan yang terhormat, sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan lagi mengenai rakyat yang katanya akan menderita setelah harga BBM naik. Toh, kita sudah memberikan BLSM untuk mereka. Sudahlah, mereka pasti senang menerima bantuan gratis dari pemerintah.” Timpal seorang anggota dewan lagi mulai menjernihkan suasana yang keruh dengan perdebatan.

Sudah kuduga. BLSM pasti akan muncul dan dielu-elukan sebagai pembelaan dan solusi untuk tetap menaikkan harga BBM. Padahal, BLSM ini sama saja dengan BLT yang jaman dulu pernah dibagiakan pada masyarakat yang terhitung tidak mampu sebagai solusi kanaikan BBM tahun 2008 lalu. BLT atau sejenisnya justru menimbulkan masalah baru seperti memicu korupsi pemerintah daerah dalam penyalurannya, membuat orang-orang berdesakan hingga menimbulkan bahaya bagi keselamatan, dan banyak lagi efek negatif yang ditimbulkan dari hal tersebut. BLT bukan solusi, hanya alat untuk mengelabui rakyat saja agar sejenak lupa pada lowongan derita yang digelar oleh pemerintah. Aku tidak bisa diam. Aku harus bicara membela rakyat yang aku wakili keberadaannya di ruang sidang ini.

“Bapak Ibu Dewan yang terhormat, mungkin kita bisa memberikan iming-iming BLSM pada rakyat, lalu kita naikkan BBM, selesai. Rakyat kecil bisa diperlakukan demikian dan diam. Tapi bagaimana dengan mahasiswa? Mereka itu kritis dan dapat membaca celah taktik politik. Saya tidak menjamin BLSM akan menjadi solusi. Tidak menaikkan harga BBM ini bukan sekedar masalah derita rakyat, tapi juga untuk menetralkan seluruh wilayah Indonesia dari segala macam demonstrasi yang akhir-akhir ini membanjir dan anarkis. Saya tetap pada pendapat saya bahwa BLSM bukanlah solusi.”

“Mahasiswa juga masih bisa dikelabui, Bung. Ingat saja waktu kita menaikkan harga BBM di tahun 2008, kita ajak mahasiswa ke Cina. Toh, ujungnya mereka berubah pikiran dari yang tadinya bersi keras menolak jadi mendukung.” Potong Salah seorang anggota dewan.

Sidang masih terus berlangsung dengan adu pendapat yang terus mengalir. Keputusan, apakah harga BBM akan dinaikkan atau tidak, belum bisa diambil. Keputusan ini penting untuk menentukan apakah akan dilakukan revisi pada UU APBN 2012, pasal 7 ayat 6 yang berbunyi bahwa harga jual eceran BBM bersubsidi tidak dinaikkan. Ini berarti bahwa jika keputusannya harga BBM naik, UU itu harus direvisi. Jika tidak, maka jadilah pemerintah tergolong telah melanggar undang-undang.

Di sini para wakil rakyat diuji. Akankah memihak pemerintah agar kepentingan pribadinya mulus, atau berjuang dan mengambil beragam risiko untuk memperjuangkan hak rakyat. Aku sudah berulang kali menekankan dan mengingatkan rekan-rekan anggota dewan dalam sidang ini bahwa kita adalah wakil rakyat. Gagasan yang kita bawa haruslah apa yang kita dengar dari rakyat dan solusi yang kita beri haruslah kebijakan yang merakyat, membela kepentingan baik rakyat.

“Saya punya solusi lain, Bapak Ibu Dewan. Jika kita mengenal CSR di perusahaan-perusahaan, bagaimana kalau kita juga membuat CSR DPR?” Ucapku menyulut kondisi persidangan ketika hari mulai beranjak malam. Sesaat semua tercengang. Namun, hanya beberapa detik setelahnya kembali ruangan ini bising. Para anggota dewan saling berbisik dengan rekan di kanan kirinya.

Lantas, aku segera mengambil alih ruang dengar mereka. “Kita ambil sekian persen dari gaji kita untuk dikembalikan ke negara. Hitung-hitung ini CSR kita. Meskipun mungkin kita sudah sangat berbakti pada negara dengan tenaga dan pikiran kita, tapi akan lebih baik lagi jika kita mampu membaktikan harta kekayaan kita. Bukankah kita wakil rakyat? Bukankah kita harusnya membela rakyat? Bukankah memang tugas kita mengabdi pada negara? Projek kerja kita adalah rakyat dan negara, bukan kepentingan pribadi. CSR yang hanya sekian persen tentu tidak akan terlalu memberati kita jika dibandingkan dengan anugrah jumlah gaji kita yang luar biasa. Kita tidak perlu menaikkan harga BBM agar rakyat tidak bertambah menderita. Jika benar APBN kita akan defisit, toh, kita akan punya dana lagi dari CSR DPR.” Tuturku. Semua diam memperhatikan kata demi kata yang aku utarakan.

Sang presidium sidang menawarkan opsi yang kuajukan. Akhirnya, dilakukanlah voting. Suara terbanyak mendukungku. Lantas, keputusan pun disahkan. Pemasukan dana negara bertambah dengan CSR DPR. Harga BBM tidak dinaikkan. Dan palu telah diketuk.

Oleh: Endang Sriwahyuni

Pada Musim Demo BBM, 2012

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, terinspirasi dari berbagai media

picture, from: http://weirdaft.files.wordpress.com/2011/04/gedung_mpr-dpr.png

Tulisan ini juga ada di : http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/03/29/wakil-rakyat/

About Endang Sriwahyuni

a long life learner, an educator, a writer, and a dreamer.

Posted on April 5, 2012, in Creative, Fiction and tagged , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar